Alangkah banyaknya kuhabiskan waktuku pagi dan petang
untuk perbuatan tak berarti
sedang pada saat itu kain kafanku sedang ditenun
tanpa kusadari
Saudaraku para pengusung kebaikan... hari ini izinkan aku untuk bercerita tentang sebuah malam, yang tak akan pernah kita lupakan, malam yang penuh dengan kehangatan, kehangatan cahaya, karena pada malam itu, para malaikat berkumpul untuk menjaga kita, karena ribuan malaikat saat itu berdo'a kepada sang Rabbul Izzati agar do'a dari para hambaNya dikabulkan. Karena pada malam itu adalah sebuah malam, malam yang penuh dengan energi, energi untuk mengembalikan ruhiyah, mengembalikan spirit yang hilang. Alangkah indahnya malam itu sahabat, dimana kita bisa saling mendo'akan dengan saudara - saudara kita, kita bisa mengarungi samudera kalam Illahi bersama, kita bisa menangis bersama di sepertiga malam terakhir, untuk berdo'a, memohon ampun, dan merajut asa. Malam yang penuh dengan terang - benderang cahaya iman.
Saudaraku..... mungkin kita bisa mengambil hikmah dari kisah sahabat Nabi yang satu ini. Sahabat nabi itu bernama Ka'ab bin Malik. Ada sesuatu yang aneh dirasakan Ka’ab bin Malik. Entah kenapa, sahabat yang begitu dekat dengan Rasul ini merasa enggan untuk segera berangkat bersama yang lain menuju Tabuk. Padahal, hampir tak seorang pun yang luput dari perang besar ini. Semuanya siap ikut. Paling tidak, memberikan sumbangan yang mereka punya. Ada apa dengan Ka’ab?
Selama ini, hampir tak satu pun peluang jihad disia-siakan Ka’ab. Tapi di Tabuk ini, ia merasa kalau ladang gandumnya yang sedikit lagi panen benar-benar menyibukkannya. Ah, nanti saja. Nanti saja, akan saya kejar rombongan Rasul itu. Nanti, dan nanti. Akhirnya, Ka’ab benar-benar tertinggal hingga peperangan yang memakan waktu sekitar satu setengah bulan itu berakhir.
Mungkin, bukan cuma Ka’ab yang sempat merasakan keanehan itu. Kita pun secara sadar atau tidak, pernah merasa ada sesuatu yang mengganjal. Semangat untuk aktif tiba-tiba mengendur. Dan keasyikan pun muncul saat diri cuma sebagai penonton.
Beberapa ulama dakwah menyebut gejala ini sebagai penyakit futur. Sayid Muhammad Nuh misalnya, menyebut lemahnya semangat dakwah yang sebelumnya berkobar-kobar sebagai futur.
Secara bahasa, futur bisa berarti berhenti setelah sebelumnya bergerak. Allah swt. berfirman dalam surah Al-Anbiya ayat 19 dan 20 yang di antaranya menyatakan kalau malaikat tidak pernah futur. “Dan kepunyaan-Nyalah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada (futur) henti-hentinya.”
Manusia memang bukan malaikat. Al-Insan atau manusia berasal dari kata nasiya yang berarti lupa. Kadar keimanan manusia pun bisa naik turun. Itulah di antara kelemahan manusia. Dan saling memberi nasihat adalah obat agar lupa tidak berakibat fatal.
Masalahnya, tidak semua yang sedang bermasalah bisa lapang dada menerima nasihat. Bahkan bisa jadi, mereka tidak sadar kalau dirinya sedang masalah. Setidaknya ada tiga keadaan yang menunjukkan kalau seseorang itu memang positif futur.
Kedua, ada keinginan untuk selalu menyendiri. Selalu muncul seribu satu alasan agar diri bisa selalu sendiri. Alasannya bisa macam-macam. Mulai kesibukan ekonomi, urusan kuliah, sibuk mengerjakan tugas kuliah, dan sebagainya. Pokoknya, selalu ada halangan dalam berbagi dengan yang lain.
Ketiga, munculnya kepekaan emosi yang berlebihan. Orang jadi mudah tersinggung. Jangankan ditegur, dipuji pun bisa memunculkan kesalahpahaman. Yang ada di benaknya cuma ada pola berpikir negatif. Semua orang selalu salah, kecuali yang benar-benar cocok dengan dirinya. Dari situ pula, muncul takaran siapa yang bicara, bukan apa yang dibicarakan.
Bayangkan jika sebuah amanah dipegang oleh mereka yang punya keadaan seperti di atas. Akan terjadi beberapa kemungkinan. Boleh jadi, amanah akan terbengkalai karena ditinggalkan dengan tanpa beban. Kemungkinan berikutnya, terjadi konflik dalam pos yang diamanahkan. Karena orang yang punya kecenderungan bekerja sendiri sulit bisa menyatu dalam kerja tim.
Betapa tidak nyamannya jika futur menghinggapi diri. Karena itu, perlu kehati-hatian agar tidak terjebak dalam futur. Ada beberapa sebab sehingga seorang mukmin bisa futur. Pertama, berlebihan dalam memahami dan menerapkan ajaran agama.
Ya, kefuturan dalam dakwah memang menjadi hal wajar bagi etiap aktifis dakwah, tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjaga, menghilangkan kefuturan itu supaya tidak berlarut - larut. Mari kita kembali kepada malam yang indah itu, marti kita jadikan malam - malam kita, adalah malam penuh cahaya iman, penuh dengan muhasabah diri, untuk mencharge kembali energi kita yang hilang, unruk mencari energi yang hilang, yaitu energi kesemangatan berdakwah, agar kefutyran dakwah tidak menghampiri kita, mari kita isi ruhiyah kita dengan energi baru, energi iman.
Selasa, 14 Juli 2009
Mencari spirit yang hilang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar